Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menuai penolakan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diminta untuk menolak revisi tersebut, karena bila tidak akan menjadi catatan sejarah kelam bagi upaya pemberantasan korupsi.
“Presiden harus mengambil tindakan untuk tidak menyetujui usulan perubahan UU KPK ini. Jika UU ini jadi dibahas dan diundangkan, maka sejarah akan mencatat bahwa di era Presiden Jokowi lah KPK akan dihabisi dan presiden akan dianggap sebagai rezim anti-pemberantasan korupsi jika tidak melakukan perlawanan terhadap tindakan DPR,” ujar pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar kepada Okezone, Kamis (8/10/2015).
Menurut Abdul Fickar, membubarkan KPK merupakan penghianatan terhadap komitmen bersama masyarakat dunia melalui UNCAC. Hal tersebut juga merupakan kekeliruan memahami istilah ad hoc yang diberi arti sebagai waktu.
“Padahal, pengertian ad hoc itu melekat pada situasi dan kondisi Indonesia yang sampai saat ini korupsi masih marak di mana-mana,” ujarnya.
Revisi tersebut, sambung Abdul Fickar, juga merupakan upaya sistemik untuk membubarkan KPK oleh orang-orang yang takut dikerangkeng atas korupsi yang dilakukannya.
“Rencana ini jelas dan terang merupakan langkah lanjutan yang sistemik untuk tidak hanya melemahkan tapi akan membubarkan KPK oleh orang-orang di kumpulan partai yang khawatir terjerat KPK,” katanya.
Apalagi usulan tersebut muncul dari logika terbalik karena saat ini kondisi yang terjadi justru tindakan korupsi masih marak terjadi. Sehingga yang dibutuhkan adalah upaya penyidikan yang luar biasa bukan malah memangkasnya.
“Usulan perubahan atas dasar logika yang terbalik dengan kondisi riil yang ada khususnya kebutuhan atas upaya penyidikan yang luar biasa dalam mengungkap perkara korupsi. Justru dengan sistem dan realitas hari ini korupsi sedang marak-maraknya terjadi dan kejaksaan dan kepolisian langkahnya sarat ditunggangi kepentingan kelompok,” pungkasnya.
Diketahui, dalam draft revisi Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK terdapat sejumlah poin yang disoroti, di antaranya, menyangkut usia KPK yang hanya 12 tahun ke depan. Kemudian, kasus yang bisa diusut KPK hanya dengan nilai korupsi di atas Rp50 miliar, serta kewenangan penyadapan harus seizin pengadilan. Lalu, kewenangan penuntutan oleh KPK juga dihilangkan. [okz]