Duh, 90 Persen Perempuan Mengaku Tak Jujur Soal Uang! Coba ingat-ingat, kapan terakhir kali Anda berbohong masalah keuangan pada suami? Kadang kala, untuk tujuan tertentu, seseorang memilih tak jujur soal keuangan untuk hal yang dianggap tak terlalu fatal. Tapi, apakah lantas kebohongan menjadi dilegalkan? Yuk, simak ulasan yang dimulai dari ilustrasi cerita berikut. Kami punya beberapa fakta menarik seputar kejujuran dan keuangan keluarga.
Raline melirik papan bertuliskan “SALE 70%”. Dari beningnya kaca toko, deretan tas dan sepatu terlihat begitu menggiurkan. Meski enggan, ia memutuskan untuk terus berjalan. Tak jauh dari situ, sebuah outlet baju anak merek ternama memasang pengumuman yang tak kalah memikat, “Buy 1 Get 1”. Duh! Pertahanan diri Raline mulai goyah, otaknya berhitung dengan cepat, dan hatinya menimbang-nimbang.
“Aku butuh tas baru untuk dipakai ke pernikahan Nadia minggu depan. Azka dan Rein juga butuh sweater baru karena yang lama kelihatannya sudah agak sempit. Apa aku pakai saja sedikit uang belanja bulan ini? Toh, biasanya uang belanja dari Juna juga berlebih dan sisanya sengaja aku simpan. Tanpa sepengetahuan Juna...”
Dan, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya. Skenario “uang rahasia” pun sukses mengantarkan langkah Raline menuju toko tas, sepatu, dan baju anak.
Kisah tadi mungkin pernah terjadi pada Anda atau para perempuan yang sudah berumah tangga. Ada ketidakjujuran keuangan yang terjadi di antara suami dan istri. Dengan berbagai alasan, muncul istilah ‘kebohongan kecil’ atau ‘berbohong untuk kebaikan’. Namun, apakah benar hal ini memang sedemikian lumrahnya terjadi dalam kebanyakan rumah tangga di sekitar kita?
Hal inilah yang kemudian mendorong Tabloid NOVA dan Tim Riset Gramedia of Magazine untuk melakukan survei mengenai “Kejujuran dalam Rumah Tangga: Keuangan, Anak, dan Keluarga Besar” pada 17 Desember 2014 lalu. Terdapat 130 responden perempuan yang berpartisipasi, 68 responden menikah dan 62 responden menikah dan memiliki anak.
Hasilnya? Cukup mengejutkan, terutama dalam kategori keuangan. Ternyata, 90% perempuan mengaku pernah tidak jujur soal keuangan keluarga pada pasangannya. Sedangkan, 67% perempuan mengaku tidak jujur terhadap pasangan mengenai keluarga besar. Namun, dalam hal anak 47% perempuan memilih jujur terhadap pasangannya.
Dalam kategori keuangan, para responden mengaku pernah tidak jujur dalam beberapa hal, di antaranya mengatakan pada suami uang belanja bulanan sudah habis padahal masih ada sisa, menyisihkan uang belanja keluarga untuk membeli barang pribadi (tas, sepatu, dll), memiliki utang pribadi yang tidak diketahui suami, mengurangi harga yang sebenarnya ketika membeli barang-barang pribadi kepada suami, serta soal uang di luar kewajaran yang diterima dari suami.
Evasari (22), seorang wiraswasta dari Jakarta, misalnya, mengaku pernah tak jujur soal keuangan terkait gaji. “Aku pernah tak terbuka, tapi tentang uang hasil gajiku sendiri (bonus). Soalnya kalau suami tahu, bisa-bisa jatah uang belanja untuk sebulan dikurangi” tulisnya di laman Facebook www.tabloidnova.com .
Berbeda dengan pengalaman Siti Masitoh (28), ibu rumah tangga asal Balikpapan. Siti menyisihkan uang jajan sebagai upaya penghematan dan agar semua kebutuhan terpenuhi. Ia menuliskan, “Pernah, karena hanya dengan menyisihkan sisa uang belanja itu, saya baru bisa beli keperluan pribadi. Walaupun kadang suami juga memberi hadiah berupa kebutuhan pribadi saya. Tapi selebihnya, harus pintar-pintar membagi uang belanja. Dengan begitu kebutuhan saya tercukupi dan kebutuhan rumah tangga juga tercukupi. Anggap saja menyisihkan sedikit uang belanja untuk membeli kebutuhan pribadi itu adalah untuk belajar berhemat agar tidak terlalu membebani suami dengan minta uang belanja lebih untuk membeli ini dan itu.”
Lain lagi dengan Amelia (40), ibu rumah tangga asal Jakarta. Ia memilih tak terbuka dalam satu hal, yaitu ketika membantu orang lain. “Kalau ingin membeli barang keperluan pribadi, anak, atau kebutuhan rumah , saya selalu terbuka. Nah yang tidak terbuka itu, jika saya ingin membantu teman atau kerabat yang sedang kesusahan. Saya sedikit berbohong. Misalnya saya dan suami sudah sepakat akan menyumbang Rp200 ribu, tapi faktanya saya memberikan lebih dari itu. Kelebihannya itu, saya ambil dari hasil menyisihkan uang belanja secara diam-diam. Saya benar-benar tak tega melihat orang lain lagi susah, terutama yang memiliki anak masih kecil-kecil. Jika saya katakan jujur pada suami, pastinya suami tersinggung karena saya melanggar kesepakatan. Drpd ribut, utk hal ini lbh baik saya tidak terbuka dengan suami.”
Nah, lantas, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda punya pengalaman tak jujur soal keuangan pada suami?